Selasa, 28 Oktober 2025

MSCI Ubah Aturan Free Float, Pasar Saham RI Waspada Potensi Outflow Asing

MSCI Ubah Aturan Free Float, Pasar Saham RI Waspada Potensi Outflow Asing
MSCI Ubah Aturan Free Float, Pasar Saham RI Waspada Potensi Outflow Asing

JAKARTA — Pasar modal Indonesia tengah dihadapkan pada tantangan baru setelah Morgan Stanley Capital International (MSCI) mengisyaratkan akan mengevaluasi ulang rasio free float saham di Indonesia. Rencana perubahan metodologi ini berpotensi mengguncang komposisi indeks global dan memicu arus keluar dana asing dari Bursa Efek Indonesia (BEI).

Langkah MSCI tersebut dinilai lebih cepat dibandingkan dengan rencana serupa yang sedang digodok oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jika diterapkan, dampaknya bisa signifikan terhadap bobot sejumlah emiten besar yang memiliki porsi kepemilikan korporasi cukup besar.

Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, menjelaskan bahwa penurunan rasio free float akibat revisi metodologi MSCI bisa memicu tekanan outflow asing. Menurutnya, revisi ini akan menurunkan bobot emiten-emiten tertentu dalam indeks MSCI karena adanya kepemilikan signifikan dari pihak korporasi maupun kelompok lain.

Baca Juga

Update Harga Emas Antam dan UBS di Pegadaian 28 Oktober 2025

“Ini terutama karena porsi kepemilikan yang signifikan dari corporates dan others berpotensi menurunkan bobot sejumlah emiten dalam indeks MSCI,” ujar Liza, Senin, 27 Oktober 2025. Ia menilai perubahan sistem pembobotan ini berpotensi menekan kinerja saham-saham dengan struktur kepemilikan terkonsentrasi.

Dampak Langsung Terhadap Saham-Saham Utama

Menurut Liza, saham-saham milik Grup Prajogo Pangestu menjadi contoh emiten yang paling terdampak oleh wacana tersebut. Berdasarkan data BEI, saham BREN turun 3%, BRPT merosot 9,34%, CDIA anjlok 5,36%, CUAN melemah 7,31%, dan PTRO turun hingga 9,44%.

Penurunan ini menunjukkan reaksi pasar yang cukup cepat terhadap kabar perubahan metodologi free float dari MSCI. Investor global cenderung melakukan penyesuaian portofolio sejak dini untuk mengantisipasi perubahan komposisi indeks di masa mendatang.

MSCI diketahui tengah membuka periode konsultasi publik terkait usulan perubahan metodologi tersebut. Proses pengumpulan masukan dari pasar akan berlangsung hingga 31 Desember 2025, dan hasil finalnya akan diumumkan paling lambat pada 30 Januari 2026.

Apabila usulan tersebut disetujui, aturan baru itu akan mulai diterapkan pada MSCI Review periode Mei 2026. Adapun untuk calon konstituen baru di luar indeks IMI, penerapan akan dilakukan secara langsung begitu kebijakan resmi diberlakukan.

Rincian Usulan Metodologi Free Float Baru

Rencana metodologi baru khusus Indonesia ini akan menggunakan pendekatan lower of two methods untuk menentukan rasio free float. Artinya, perhitungan akan mengambil nilai terendah dari dua metode penilaian berbeda yang telah ditetapkan.

Metode pertama didasarkan pada laporan resmi emiten, seperti filings, press releases, dan disclosures terkait kepemilikan publik. Metode kedua menggunakan data estimasi dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dengan sejumlah asumsi tambahan.

Dalam pendekatan berbasis KSEI tersebut, kepemilikan yang tergolong scrip shares, corporates, dan others dikategorikan sebagai non-free float. MSCI juga membuka opsi alternatif, yakni hanya scrip shares dan kepemilikan korporasi yang dihitung sebagai non-free float.

Economist KISI Asset Management, Arfian Prasetya Aji, menjelaskan bahwa perubahan metode pembobotan itu berpotensi menurunkan bobot saham-saham Indonesia dalam indeks global MSCI. Menurutnya, saham dengan kepemilikan korporasi dominan akan menjadi yang paling terdampak.

“Dampak terberat dapat menimpa saham-saham dengan kepemilikan yang sangat terkonsentrasi pada korporasi atau kelompok tertentu, karena free float mereka dapat dinilai lebih rendah di bawah sistem pembobotan baru tersebut,” ujar Arfian, Senin, 27 Oktober 2025. Ia menambahkan, perubahan ini dapat mengurangi daya tarik saham Indonesia bagi investor institusional asing.

Rencana OJK Menyikapi Aturan Free Float

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga tengah menyiapkan revisi peraturan mengenai free float saham. OJK menyatakan mendukung peningkatan porsi kepemilikan publik dengan target minimal 30% saham beredar di publik.

Namun, penerapan kebijakan tersebut diharapkan dilakukan secara bertahap agar tidak menekan likuiditas pasar. Peningkatan batas minimum free float menjadi perhatian serius setelah Komisi XI DPR RI mengusulkan kenaikan ambang batas dari 7,5% menjadi 30%.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menegaskan dukungannya terhadap rencana tersebut. Ia menyebut peningkatan kepemilikan publik akan memperkuat transparansi serta memperdalam likuiditas perdagangan saham di bursa.

“Bertahap itu, bertahap ya. Kalau misalnya setuju enggak setuju, kita pasti setuju, tapi bertahap,” ujar Inarno saat ditemui di Jakarta pada awal Oktober 2025. Ia menegaskan bahwa proses penyesuaian harus memperhitungkan kesiapan emiten agar tidak mengganggu stabilitas pasar.

Saat ini, ketentuan Bursa Efek Indonesia (BEI) masih menetapkan batas minimal free float di level 7,5%. Angka tersebut jauh di bawah standar beberapa bursa utama dunia seperti London Stock Exchange, Filipina, dan SGX yang menetapkan ambang batas minimal 10%.

Beberapa negara Asia lainnya bahkan sudah melangkah lebih jauh. Bursa Malaysia, Jepang, dan Hong Kong, misalnya, telah menetapkan batas minimal free float di kisaran 25% untuk menjaga keterbukaan serta meningkatkan daya tarik pasar modal mereka di mata investor global.

Dampak dan Arah Kebijakan ke Depan

Jika rencana MSCI terealisasi lebih dulu dibandingkan kebijakan OJK, maka investor asing kemungkinan akan melakukan penyesuaian besar-besaran terhadap portofolio mereka. Kondisi ini dapat mendorong arus modal keluar dari pasar Indonesia dalam jangka pendek.

Namun, beberapa analis menilai langkah ini juga bisa menjadi momentum untuk memperkuat fundamental pasar domestik. Revisi aturan free float di tingkat global dan nasional dapat mendorong emiten memperluas kepemilikan publik dan meningkatkan tata kelola.

Di sisi lain, investor lokal berpotensi mendapatkan peluang masuk di tengah penyesuaian besar yang dilakukan investor asing. Dengan strategi jangka menengah, kondisi volatilitas seperti ini sering kali membuka ruang untuk akumulasi saham-saham unggulan.

Langkah OJK yang selaras dengan arah reformasi MSCI juga dapat menegaskan posisi Indonesia dalam peta investasi global. Jika kedua kebijakan dijalankan secara terkoordinasi, stabilitas pasar dan daya tarik investasi jangka panjang Indonesia bisa semakin kuat.

Bagi pelaku pasar, dinamika ini menjadi momentum untuk mencermati perubahan lanskap investasi di Tanah Air. Meski berpotensi menimbulkan gejolak jangka pendek, perubahan metodologi free float dapat membawa pasar modal Indonesia menuju standar internasional yang lebih transparan dan berdaya saing.

Nathasya Zallianty

Nathasya Zallianty

wartaenergi.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Update Harga Emas Antam 28 Oktober 2025, Turun di Semua Varian

Update Harga Emas Antam 28 Oktober 2025, Turun di Semua Varian

Simulasi Angsuran KUR BRI 2025: Plafon Rp500 juta, Tenor 60 Bulan, Bunga hanya 6 persen per Tahun

Simulasi Angsuran KUR BRI 2025: Plafon Rp500 juta, Tenor 60 Bulan, Bunga hanya 6 persen per Tahun

Tabel Simulasi Angsuran KUR BNI 2025: Syarat Pengajuan, Cara Mengajukan, Plafon Pinjaman hingga Rp500 Juta

Tabel Simulasi Angsuran KUR BNI 2025: Syarat Pengajuan, Cara Mengajukan, Plafon Pinjaman hingga Rp500 Juta

Simulasi Tabel Angsuran KUR BSI 2025: Skema Pembiayaan, Syarat Pengajuan, Plafon Rp75–Rp200 Juta

Simulasi Tabel Angsuran KUR BSI 2025: Skema Pembiayaan, Syarat Pengajuan, Plafon Rp75–Rp200 Juta

Simulasi Angsuran KUR BCA 2025: Plafon Rp350 Juta, Bunga Rendah hanya 6 persen per Tahun

Simulasi Angsuran KUR BCA 2025: Plafon Rp350 Juta, Bunga Rendah hanya 6 persen per Tahun